STRATEGI PUSTAKAWAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI
UNTUK MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL
UPT Perpustakaan Politehnik Negeri
Seminar, 27 November 2012
Kompetensi dimata seorang praktisi yang terpikir
adalah bagaimana bisa berkarya untuk dinikmati dan bermanfaat buat banyak
orang, seorang praktisi tidak pernah berfikir sertifikasi karena sudah jelas
bahwa itu selembar kertas yang hanya sebagian orang yang bisa memperolah dan
medapatkan pengakuan dengan segala bentuk kompensasinya.
Permasalahan kompetensi masih menjadi perdebatan,
terkait dengan tunjangan, dan masih terus diperjuangkan dan itu menjadi problem
bagi pustakawan itu sendiri, dan bagi praktisi maka hal itu tidak pernah
dipedulikan, yang penting bagaimana terus berkarya.
Cuplikan pasal 31 UU 43 tahun 2007 dan pasal 14
UU 14 tahun 2005 Guru dan Dosen
1.
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejateraan sosial;
2.
pembinaan karier sesuai dengan tuntutan
pengembangan kualitas; dan
3.
kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana,
dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal
14 UU 14 2005
1.
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
2.
mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja;
3.
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual;
4.
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi;
5.
memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
6.
memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan
ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik
sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundangundangan;
7.
memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan
dalam melaksanakan tugas;
8.
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam
organisasi profesi;
9.
memiliki kesempatan untuk berperan dalam
penentuan kebijakan pendidikan;
10.
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
11.
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya.
Keduanya membahas masalah tunjangan, kesempatan, menunjang kelancaran
profesi, organisasi.
Dibandingkan
dengan seniman dan budayawan maka pengakuan dari masyarakat juga diakui
masyarakat karena karyanya. Masyarakat tahu profesi guru karena berada di dekat
masyarakat, tapi tidak banyak yang tahu apa itu pustakawan, kalau dekat dengan
masyarakat, maka masyarakat tahunya perpustakaan dan petugasnya, bukan
profesinya. Sehingga dengan alasan itulah seorang praktisi yang berkecimpung
langsung dengan masyarakat menganggap bahwa tidak penting sebuah standarisasi
kompetensi.
Seorang
entrepreneurship,
pengakuan atas karyanya (kesuksesan) itu
karena sebuah proses yang begitu gigih dilalui kemudian orang lain melihat
keberhasilan dari apa yang dimiliki. Dalam diri seorang entrepreneursip maka
yang ada adalah sebuah perjuangan dalam dunia kompetisi, berpacu melawan
kondisi dunia dengan segala rintangan dan tantangannya, ketika berhasil
menaklukkan kompetitor atau membuat sesuatu dan di situlah sisi keberhasilan
yang dirasakan.
Pustakawan jika memahami tantangan dan memiliki jiwa
entreprenuer maka dengan segala semangatnya (passion) berjuang menaklukkan
segala tantangan yang ada. Tantangan pustakawan tidak pernah dirasakan apabila
pustakawan berada di zona nyaman. Apa itu zona nyaman ?
Zona nyaman Pustakawan :
1. Mendapatkan gaji tetap, mendapatkan tunjangn dan
masa depan yang jelas (pensiun)
2. Mengerjakan rutinitas, dan senang mengerjakannya
3. Tidak ada pressure di lingkungannya, dirasakan
enjoy
Zona yang tidak nyaman (serba tidak jelas) :
1. Gaji, kondisi, kerjaan, situasi, status......
2. Pekerjaan yang memang bukan hal yang disukai
(bosan, emosi, menggerutu)
3. Orang “bermasalah” menjadi tidak bersemangat,
membuat masalah baru
Pilihannya
adalah menjadi yang biasa saja atau yang luar biasa, Kenapa ? Profesi
Pustakawan yang belum popular menjadi tantangan tersendiri bagi semua
Pustakawan, standarisasi kepustakawan, sertifikasi pustakawan, dan kredibilitas
pustakawan masih harus banyak dibenahin.
Yang dilakukan Pustakawan
Pustakawan
Entrepreneurship
|
Pustakawan non
Entrepreunership
|
ñ Tidak betah jika berada dalam suatu zona yang
nyaman
ñ Selalu kreatif dan inovatif menciptakan sesuatu
yang berbeda
ñ Selalu tidak bisa tahan melihat yang monoton
ñ Selalu ingin berbuat banyak hal
ñ Memiliki jiwa petualang
|
ñ Tenang, damai, monoton, biasa saja
ñ Pengetahuan statis, mengerjakan rutinitas
ñ Pada posisi staff, bukan pengambil kebijakan
ñ Mensyukuri hidup dengan cara menerima apa
adanya apa yang sekarang di dapatkan (upaya tdk pernah dilakukan)
|
Sikap Dasar Pustakawan
- Percaya diri --> confident, bangga atas profesinya
- Bekerja dengan hati, --> consisten, menekuni dunia secara fokus dan total
- Peduli dengan apa yang terjadi, --> competen, selalu meningkatkan kapasitas dirinya sesuai tuntutan jaman.
Permasalahan
Pustakawan :
Tehnologi, informasi dan Komunikasi, ada yang bersikap masih setengah setengah
karena lahir di era masa lalu tapi ada juga yang agresif mendalami tehnologi
informasi karena memang demikianlah tuntutannya, sehingga pustakawan ini masih
berada diantara persimpangan menyambut tantangan dunia global.
Kompetensi adalah seseorang yang menguasai
pekerjaannya, memiliki motivasi, mempunyai kemampuan, memiliki keterampilan
serta secara konsisten menjalankan tanggung jawab dengan standar yang
ditetapkan. (Aspey, dikutip nanan khasanah:2008).
Ciri-ciri kompetensi ada 2 jenis
yaitu:
1. Kompetensi
profesional yaitu yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang
sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, dan kemampuan
menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan
perpustakaan dan informasi.
2. Kompetensi
Individu, yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai
yangg dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi
komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan
nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan & perkembangan
dalam dunia kerjanya.
3. Kompetensi
Jabatan atas Profesinya : regulasi yang harus diikuti untuk mendapatkan
pengakuan dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sehingga jabatan yang
melekat dapat menjadikannya melakukan perubahan sehingga nilai profesi
teraktualisasi dengan baik.
4. Kompetensi
Masyarakat : bersama masyarakat melakukan persiapan, pelayanan, pengembangan
perpustakaan masyarakat dengan berbagai pemanfaatan peluang yang ada untuk
perubahan.
Tantangan (Global) Pustakawan
1. Dari dalam diri pustakawan sendiri, apakah karena
ingin di zona nyaman atau karena tidak memiliki sikap dasar sebagai Pustakawan
(tidak confident, tidak consiten dan bermasalah)
2. Dari Kondisi dan perubahan perilaku masyarakat
terkait dunia tehnologi, informasi dan komunikasi yang semakin cepat berkembang
sehingga kecepatannya harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas diri
pustakawan
3. Dari linkungan pendidikan, masyarakat dan
pemerintah yang membentuk diri pustakawan lebih bersifat pesimis atau agresif,
tergantung bagaimana dalam diri pustakawan memiliki sikap perjuangn.
Dibutuhkan
nyali dan keberanian tersendiri apabila pustakawan akan mendapatkan kebebasan
meng-ekpresikan sikap, perilaku dalam mendedikasikan profesinya yang sebenarnya.
Adapaun cara yang bisa ditempuh adalah :
1. Berada dalam dunia akademisi : menjadi dosen yang
mumpuni, mencetak lulusan yang bener benar memahami profesinya dengan
memberikan kebebasan alumni memilih pilihan dunia kerjanya yang maha luas.
2. Berada dalam gedung Perpustakaan, baik milik
pemerintah maupun non pemerintah, ber inovasi, kreatif, cerdas melihat peluang
dan tantangan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat untuk kebutuhan
informasi, tehnologi, komunikasi dan
pengetahuan.
3. Berada ditengah masyarakat melakukan berbagai
kegiatan yang fokus pada pengembangan perpustaaan dalam arti kemanfaatan dan
fungsi sebuah perpustakaan, jalur non formal ini lebih fokus pada sosial
activity dengan pemanfaatan sumber daya dan dana yang digali secara mandiri.
4. Berada di luar jalur yang secara langsung ada
tidak langsung mendukung keberadaan perpustakaan dan pengembangannya. Berbagai
bentuk fasilitas, skill, sofware hard ware pendukung terus difokuskan pada
dukungan kemajuan perpustakaan.
Peluang
Pustakawan
1. Berada dalam dunia akademisi : semakin
diminatinya jurusan perpustakaan terkait dengan UU no 43 tahun 2007,
Kemendiknas no 25 tahun 2008.
2. Berada dalam gedung Perpustakaan, baik milik
pemerintah maupun non pemerintah, adanya otonomi daerah, pemekaran kabupaten
dan provinsi.
3. Berada ditengah masyarakat melakukan berbagai
kegiatan terkait UU no 40 tahun 2007 dan ISO 26.000
4. Berada di luar jalur yang secara langsung ada
tidak langsung memback up perkembangan perpustakaan yang semakin menjamur.
AKADEMISI DAN PRAKTISI
Pustakawan
yang menekuni dunia akademi, akan terus mengembangkan keilmuwan dan teori yang
ada, kemudian berupaya secara terus menerus transfer knowladge kepada mahasiswa
dan kelompok terkait sehingga kelompok ini memhami betul keilmuwan
perpustakaan. Akademisi juga memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan
masyarakat yang terkait dunia perpustakaan.
Pustakan
non akademisi yang berada dalam gedung maupun diluar gedung akan berupaya
mengimplementasi keilmuwan kepustakawanan baik yang diperolah dari jalur formal
maupun non formal sebagai upaya aktualisasi keilmuwan dan keprofesionalan atas
nama “Perpustakaan” yang sebenarnya
Aktivis
adalah kelompok yang mendedikasikan hidupnya untuk aktif pencerdasan masyarakat
yang memposisikan diri berada diantara kedua kelompok diatas, tanpa mendapatkan
pendidikan khusus. Karena passion, loyalitas dan kepedulian sosial terhadap kondisi
masyarakat itulah yang membuat kelompok aktivias ini terus mengembangkan
perpustakaan dalam bentuk lain.
Akademi
dan praktisi bisa bekerjasama dengan baik tanpa ada konflik kepentingan maupun
gap intelektual karena jalur jalan yang dilalui berbeda namun tujuan nya sama.
Mengutip tulisan Blasius Sudarsono maka jalan Pustakawan itu mendaki dan
berliku, yang akan dituju adalah puncak kesuksesan. Tidak semua Pustakawan
mampu mendaki, tidak semua Pustakawan mampu menempuh jalan berliku, tidak semua
mampu berjuang mencapai kesuksesan. Ada yang bukan Pustakawan (dalam arti
pengakuan) tapi mampu mendaki dan mau menapaki jalan berliku untuk bersama sama
Pustakawan mencapai kesuksesan. Inila kondisi riil yang ada dalam masyarakat
kepustakawanan Indonesia. Ketika penulis berkiblat pada apa yang disampaikan
Blasius Sudarsono maka itulah sebuah ideologi yang dipahami. Ada ideologi lain
yang mempengaruhi yaitu ideologi teori yang begitu kuat ditanamkan oleh seorang
Putu Laksman Pendit, sekalipun penulis berseberangan jalan namun masih mampu
menerima sinyal ideologi yang terus disuarakan oleh seorang Putu. Penulis
mengagumi Putu karena keilmuwan nya yang kuat dan terus dikembangkan melalui
beberapa tulisan dan kritik tajamnya akan situasi Kepustakawanan Indonesia.
Praktisi
mampu memanfaatkan networkingnya untuk mendapatkan peluang mengembangkan
perpustakaan di manapun diwilayah negeri ini, apapun bentuk perpustakaan
tersebut tujuannya adalah sama yaitu
mencerdaskan masyarakat. Perpustakaan sebagai media pencerdasan masyarakat akan
menjadi egen perubahan dari masyarakat itu sendiri. Pembekalan seorang praktisi
dalam menempuh jalan berliku tidak saja keilmuwan kepustakawan tapi juga jiwa
entrepreneurship. Sisi kelebihan inilah yang secara alamiah ternyata lebih
mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang sudah menerima manfaat atas media
perpustakaan yang tersedia di lingkungannya.
Secara
tidak sadar ada kompetisi antara “Pustakawan” dan “Pustakawan” ada
banyak polimik yang sedang hangat dibicarakan di jejaring sosial, ada banyak
pendapat dan persepsi atas masing masing diri “Pustakawan”. Ada semacam “perang
dingin” atas pengakuan apa yang sudah dilakukan, kiprah dan pemantapan
profesinya. Ini yang sebenarnya bukti keberhasilan dunia Perpustakaan di
Indonesia, dari sisi kompetisi.
Sadar
atau tidak disadari peran Perpustakaan Nasional dalam segala aspek dirasakan
kurang maksimal oleh sebagaian kelompok, ketika itu diperankan oleh pihak lain
(baca : Kemendiknas) maka masih saja dipersoalkan kenapa tidak dalam satu pintu
saja untuk pengembangan perpustakaan di Indonesia, kenapa harus ada istilah
lain selain perpustakaan. Disini sangat menarik karena kritis dan kecerdasan
masyarakat mulai berkembang. Ada sebagian masyarakat yang terus jalan dengan
ideologinya apakah berkiblat ke Perpusnas atau berkiblat ke Kemindiknas, atau
berkiblat ke Teori, maka semua itu syah syah saja tanpa harus saling mengganggu
jalur masing masing.
Kembali
kepada apa yang dikatakan Blasius Sudarsono, maka itulah jalan pendakian yang
berliku yang ditempuh oleh masing masing kelompok, melalui jalur jalan masing
masing yang sebenarnya tujuannya adalah sama, yaitu Kesuksesan. Indikator kesuksesan disini yang penulis
pahami adalah PENCERDASAN MASYARAKAT MELALUI MEDIA PERPUSTAKAAN. Atau dibalik
bahwa PERPUSTAKAAN TELAH MENJADI AGEN PERUBAHAN BAGI MASYARAKAT.
Masing
masing memerankan dan memposisikan diri dengan segala kapasitas yang dimiliki
dan tentunya berhasrat mengembangkan untuk kepentingan bersama, kepentingan
masyarakat mencapai Indonesia Cerdas. Persoalan kemampuan juga sangat relatif
yang penting disini adalah seberapa besar kontribusi yang telah diperbuat oleh
individu yang menyebut dirinya “PUSTAKAWAN”
STRATEGI
MERAIH PELUANG
Apa
yang disampaikan diatas, bahwa sebenarnya Pustakawan bersaing dengan google
(baca : informatika) dan “Pustakawan tanpa pengakuan” (Pustakawan TP”) , maka
apa yang sebnarnya terjadi seorang PUSTAKAWAN harus memiliki Strategi yang
baik, dalam menempatkan diri dan psosisinya di masyarakat.
Adapun
strategi yang harus ditempuh adalah :
1. Selalu meningkatkan kapasitas diri dan berlaku
profesional dalam meraih jalur sukses
2. Networking dengan berbagai pihak yang terkait
termasuk “Pustakawan TP” untuk sebuah aktuaslisasi diri (keiklasan)
3. Menggait peluang peluang yang ada dalam koridor
Legal dan Policy yang berlaku
4. Penguasaan tehnologi, informasi dan komunikasi
secara cepat dan cerdas
SIKAP
BIJAK PUSTAKAWAN
Memahami
sebuah kompetensi makna filosofinya, adalah sebuah aktualisasi diri menjadi
sebaik baik pustakawan, yaitu pustakawan yang membawa banyak manfaat buat
bangsa negara dan masyarakat.
Menyadari
bahwa hidup itu juga selalu berkompetisi maka siapapun yang menjadi
pemenangnya, sikap sportifitas harus tetap dijunjung tinggi, namun masa (waktu)
itu akan berputar seiring dengan bagaimana kita menyikapinya, perubahan hidup
di dasari oleh sebuah perjuangan bagaimana kita bisa meraih yang terbaik.
Kembali
kepada pehamanan kompetensi yaitu seseorang yang menguasai
pekerjaannya, memiliki motivasi, mempunyai kemampuan, memiliki keterampilan
serta secara konsisten menjalankan tanggung jawab dengan standar yang
ditetapkan. Maka Pustakawan harus menyikapi dengan bijak dengan membaca
peluang dan mengatur strategi sehingga tidak “tertinggal” oleh waktu dan tidak
mampu meraih puncak kesuksesan karena kehabisan amunisi menempuh jalan berliku
dan mendaki.
SUMMARY
TIDAK ADA YANG BISA MERUBAH NASIB PUSTAKAWAN
KECUALI PUSTAKAWAN ITU SENDIRI, SIAP MENGHADAPI TANTANGAN DENGAN
PROFESIONALITAS DAN PASSION UNTUK MERAIH SUKSES

Referensi
4. Undang Undang 40 Tahun 2007 Peseroan Terbatas
5.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN
2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
6.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN
2007 TENTANG PERPUSTAKAAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar